Posisi UMKM dan Koperasi

Pertemuan kelima Kelas Kader Bangsa: Pancasilanomic Academy Batch II telah berlangsung via Zoom pada Kamis, 25 November 2021, bersama Awalil Rizky tentang strategi pembangunan ekonomi, khusus dalam memaksimalkan peran usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi.

Menurut Awalil, ada semacam reduksi dalam pengertian ekonomi yang kita paham sekarang, antara lain, pembangunan ekonomi direduksi menjadi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi direduksi menjadi pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) tiap tahun. Tingkat Kesejahteraan terlampau dilihat dari PDB per kapita dan penurunan tingkat kemiskinan.

“Pengertian strategi direduksi menjadi taktik atau kebijakan. Koperasi direduksi menjadi badan usaha, terutama UMKM; UMKM menyamakan kondisi usaha berskala mikro dan kecil dengan usaha berskala menengah. Bukan hanya strategi pembangunan ekonomi yang perlu diperiksa ulang, melainkan “cara pandang” atau paradigma pembangunan ekonomi,” lanjutnya.

Dengan demikian, salah satu hal yang mendasar adalah dominasi faktor modal dibanding faktor tenaga kerja dan industri keuangan mendominasi kebijakan dan menyamarkan strategi pembangunan ekonomi.

Tidak hanya itu, pembangunan ekonomi pun, menurut Awalil, direduksi menjadi pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi direduksi menjadi pertumbuhan PDB. Contoh definisi pembangunan ekonomi sebagai proses multidimensi yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi seluruh sistem ekonomi dan sosial.

“Definisi lain menyebut soal pemerataan dan perubahan struktur ekonomi dan bersifat jangka panjang. Sementara, pertumbuhan ekonomi sebagai pertumbuhan PDB riil per kapita dalam jangka panjang dan pertumbuhan PDB sebagai pertumbuhan PDB riil satu tahun,” katanya.

Awalil juga menyinggung tentang tujuan kemerdekaan (pembukaan UUD 1945) tentang memajukan kesejahteraan umum. Pasal 33 UUD 1945, misalnya, diperkuat beberapa pasal yang menyebut hak-hak ekonomi rakyat dan sebagainya. Ia juga menawarkan penafsiran atas amanat konstitusi yang antara lain, bertujuan memajukan kesejahteraan umum yang tidak bisa direduksi menjadi penurunan angka kemiskinan.

“Maknanya juga harus luas, bukan hanya diukur dari nilai konsumsi makanan dan non-makanan yang amat minimal. Kesejahteraan umum juga berarti untuk seluruh rakyat. Ketimpangan yang lebar tidak diperkenankan. Disusun lebih bermakna ‘state driven’ di mana negara yang mengarahkan perekonomian, bukan pasar. Pasar yang dikendalikan agar sesuai atau setidaknya tak merintangi arah negara. Bukan sebaliknya,” tegasnya.

 

Dida Darul Ulum – MI