Dunia yang Diam

Selama hampir lima bulan sejak 26 Maret 2015 koalisi Arab yang dipimpin Saudi telah membom Yaman hampir setiap hari. Serangan bahkan makin menjadi-jadi di bulan suci Ramadhan dan pada saat-saat gencatan senjata yang beberapa kali diumumkan dan dilanggar sendiri.  Setelah target-target militer habis dibom, pesawat-pesawat tempur Saudi dibantu dengan perangkat perang dan informasi intelijen Amerika dan Israel tanpa pandang bulu membabi buta membom target-target sipil seperti rumah penduduk, pabrik-pabrik, rumah sakit, dan sekolah. 
Seluruh anggota keluarga penjaga rumah mantan perdana menteri Faraj bin Ghanem tewas seketika ketika rumah mantan pejabat tersebut dibom. Sekolah Albastain di Yaman barat laut dibom ketika siswa sedang siap-siap hendak makan siang. Puluhan siswa terluka dan tewas. (CNN, 15 April). Sebuah rumah sakit di kota Harad, propinsi Hajjah dihancurkan dengan bom sehingga korban-korban sipil tak bersalah berjatuhan (Al-Masirah channel). Tidak lepas pula dari serangan bom Saudi adalah kantor konsulat Rusia di Aden, Yaman selatan. (Globalsearch.com). Sepuluh hari yang lalu, dua buah bangunan asrama pekerja pusat tenaga listrik telah menjadi sasaran bengis terbaru dengan korban 65 pegawai sipil beserta keluarganya tewas dan puluhan cedera (HRW-Human Rights Watch). Tidak cukup dalam tulisan ini memuat semua detil serangan dan korban yang diakibatkannya. Selama 5 bulan  serangan Saudi ke Yaman ditaksir telah menghilangkan 4500 nyawa serta lebih dari 20, 000 cedera, sebagian besar warga biasa termasuk orang tua, wanita dan anak-anak. Belum lagi termasuk lebih dari 240 bangunan sipil dan infrastruktur yang dihancurkan di negeri itu. Korban-korban yang jatuh di Yaman serta kecancuran yang dialami negeri itu diperkirakan jauh lebih besar dari korban serangan brutal Israel di Gaza. Sampai artikel ini ditulis, militer Saudi masih terus melakukan pemboman dan pengepungan negeri miskin itu dari udara, darat, dan laut yang oleh PBB disebut telah mengakibatkan tragedi kamanusiaan terberat   di Timur Tengah.
Inilah negeri yang menyatakan dirinya sebagai negara Islam dan mengaku sebagai pelayan dua tempat suci di Arabia namun pada waktu yang sama menghamburkan pelurunya dengan sasaran sesama Arab dan muslim. Inilah negeri yang belum pernah membantu perjuangan rakyat Palestina dengan mengarahkan moncong meriamnya ke daratan Israel tapi justru sekarang secara terbuka bekerjasama dengan Israel membantai rakyat Yaman. Dalih SaudiPemerintah dinasti Saud berdalih bahwa serangannya ke Yaman bertujuan memulihkan demokrasi dan mengembalikan pemerintah yang sah dimana perdana menterinya Abd Rabbuh Mansur Hadi telah melarikan diri ke Saudi. Alasan lain adalah untuk menghabisi militan kelompok Houthi yang dianggap telah merampas kekuasaan yang sah dengan bantuan Iran.Semua dalih itu sulit diterima akal.

Pertama, bagaimana mungkin sebuah negeri yang tidak kenal demokrasi dan diperintah oleh dinasti turun temurun mau memperjuangkan demokrasi di tempat lain? Kedua, pemerintahan perdana menteri Jenderal Mansur Hadi adalah pemerintahan boneka Saudi yang terusir karena kehendak rakyat Yaman yang tertindas. Mansur Hadi terpilih sebagai calon tunggal presiden transisi untuk masa waktu dua tahun pada 27 Februari, 2012. Karena pemilu tidak kunjung diadakan, Hadi terdesak dan mengundurkan diri pada 21 Januari, 2015. Anehnya, setelah mundur dia pergi ke Aden,ibukota Yaman Selatan, dan mendirikan pemerintahan Yaman disana. Ketika pejuang Houthi akhirnya berhasil menguasai Aden, Hadi dengan mengunakan jalur laut lari ke pangkalan militer Saudi terdekat dari Yaman. Ketiga, Ansarullah atau lebih dikenal sebagai kelompok Houthi adalah warga minoritas Yaman beraliran Syiah Zaidi. Houthi pada walnya hanyalah sebuah gerakan teologi damai, namun ketika kawasannya di distrik Saada berulang kali diserang mereka menjelma menjadi kelompok militan.

Perjuangannya berhasil menyingkirkan kelompok penguasa dan mereka mendapat dukungan luas rakyat karena menurut laporan Nesweek Februari 2015 Houthi memperjuangakn “semua yang diinginkan warga Yaman yakni akuntabilitas pemerintahan, pemberantasan korupsi, pelayanan publik, lapangan kerja, subsidi BBM, dan berakhirnya campur tangan asing (Barat) di Yaman”.

Dengan demikian jelas sudah bahwa alasan agresi Saudi sebenarnya bukanlah yang disampaikan secara resmi oleh kerajaan. Agresi Saudi didorong oleh kekuatiran merembetnya pengaruh revolusi 2011 Yaman ke daratan Saudi yang berbatasan darat dengan Yaman. Juga ada kekuatiran atas meluasnya pengaruh Iran di kawasan dan kepentingan Barat untuk menguasai teluk Aden dan Bab el Mandeb yang sangat stretegis bagi kemanan dan perdagangan di Teluk. Lebih gawaat lagi, dalam rangkaian propaganda guna mendapat dukungan luas dunia Islam, kerajaan Saudi telah menjadikan perang ini sebagai perang agama, perang Sunni melawan Syiah. Padahal aliran Syiah Zaidi yang dianut kelompok Houthi itu lebih dekat kepada Ahlusunnah daripada kepada Syiah Imamiyah yang dianut mayoritas warga Iran. Ansarullah atau Houthi, lagi-lagi menurut Newsweek, adalah  kelompok yang telah ratusan tahun hidup berdampingan secara damai dengan mayoritas Sunni di Yaman dan sangat  indpenden sehingga tidak mudah dikendalikan oleh kekuatan asing termasuk Iran.

Diamnya DuniaAgresi Saudi dan kawan-kawannya ini berlangsung lebih lama dan menimbulkan korban lebih besar dibanding serangan Israel ke Gaza. Disamping korban tewas, cedera, dan kehancuran infra struktur, serangan itu telah menyengsarakan 26 juta penduduk Yaman yang kehilangan ketenangan, kebutuhan sehari-hari, obat-obatan, bahan bakar, listrik, dan kehidupan anak di sekolah-sekolah. Namun, yang paling tragis adalah diamnya dan ketidak pedulian dunia atas tragedi kemanusiaan yang sedang terjadi sampai saat ini disana. Ketika Israel menjatuhkan bom-bomnya ke Gaza, masyarakat dunia dari berbagai negara dan unsur masih menunjukkan  kepeduliannya dengan adanya protes-protes dan demonstrasi dimana-mana yang sedikit banyak membantu menekan Israel untuk menghentikan kebrutalannya. Kali ini baik PBB maupun negeri-negeri di dunia diluar Iran dan Rusia diam seribu bahasa membiarkan Saudi yang melanggar semua hukum internasional dan norma kemanusiaan leluasa membabat sebuah negeri miskin yang sangat tidak sebanding kekuatan militernya. Seakan-akan warga Yaman dianggap bukan manusia. Seakan-akan dunia menyilahkan kerajaan Saudi mengumbar nafsunya sampai puas menghabisi kehidupan di Yaman.

Indonesia yang punya keterkaitan sejarah panjang dengan Yaman, khususnya dengan Hadramaut, walau tidak mendukung serangan Saudi seperti Malaysia, juga tidak mengecam dan tidak melakukan upaya diplomatis yang serius untuk menghentikan kebrutalan Saudi. Entah sampai kapan situasi ini akan berlalu, padahal banyak pihak sepakat bahwa tidak akan ada pemenang dalam pertikaian berdarah ini. Saudi tidak akan dapat meraih tujuan serangannya dalam perang asimetri ini seperti juga invasi militer dan cara kekerasan Amerika di Iraq, Afghanistan, Libiya, dan tempat lain dalam “perang” melawan terorisme yang tidak menyelesaikan masalah. Bila jalan politik tidak diupayakan maka suatu saat pemerintah Saudi juga akan kehabisan napas dan ujungnya akan menggunakan keuatan teroris ISIS, Al-qaeda, dan lainnya untuk terus mengganggu Yaman, seperti dilakukannya sekarang di Irak dan Suriah. Para penguasa dunia yang bernafsu mempertahankan dominasi dan kekuasaanya ini telah dibutakan oleh kenyataan sejarah berkali-kali bahwa kekuatan rakyat yang sejati tidak mungkin dikalahkan meski dengan senjata secanggih apapun.

Abdillah Toha Pemerhati Politik

Sumber: Kompasiana