Oligarki: Faktor Ketimpangan

Salah satu satu masalah yang masih dihadapi negara kita adalah oligarki. Oligarki atau penguasaan aset-aset kekayaan negara kepada segelintir orang atau kalangan yang dekat dengan pihak kekuasaan, sangat berbahaya karena berpotensi menghambat pertumbuhan perekonomian nasional.

“Kemudian kita lihat hasil analisisnya seperti apa. Oligarki ekonomi di Indonesia berkorelasi pesitif dengan ketimpangan dan disinyalir menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi,” kata Direktur Eksekutif Megawati Institute (MI), Arif Budimanta, mempresentasikan hasil riset MI tentang oligarki.

Hal tersebut disampaikannya dalam acara diskusi bertajuk “Bahaya Oligarki Ekonomi” di megawati Institute pada Rabu, 27 Desember 2017. Hadir pula sebagai pembicara, Syarkawi Rauf, Ketua KPPU, dan Bahlil Lahadalia, Ketua Umum HIPMI

Menurut Arif, jika oligarki semakin kuat, maka ketimpangan akan semakin melebar. Ini memang masih membutuhkan riset yang paling mendalam lagi untuk per sektornya supaya kemudian hasilnya menjadi valid. Sementara ini kita bisa mengambil sedikit asumsi bahwa disinyalir itu dapat menghambat petumbuhan ekonomi.

Karena itu, oligarki ekonomi ini merupakan ancaman besar dalam mewujudkan keadilan sosial. Sebab, oligarki dapat memengaruhi penentuan harga, dapat menghambat proses timbulnya wirausahawan baru dan sebagainya.

Sementara itu, Syarkawi Rauf menyebutkan KPPU mendorong agenda yang dinamakan dengan reformasi pasar atau market reform. Menurutnya, revolusi pasar ini harus kita dorong. Ada tiga agenda dalam market reform. Pertama, kajian ulang terhadap regulasi.

“Saya kira Pak Jokowi sudah berkali-kali menyebutkan bahwa ada ribuan regulasi yang perlu dikaji ulang,” katanya.

Kemudian yang kedua adalah struktur pasar. Konsentrasi pasar harus didorong. Caranya adalah mendorong pelaku usaha-usaha baru ke dalam setiap sektor. Salah satu caranya melalui perizinan, infrastruktur, pembiayaan dan lain sebagainya yang dipermudah dengan mendorong lingkungan kompetisi yang lebih baik dalam setiap sektor industri.

“Yang ketiga adalah reformasi perilaku. Ini juga sangat penting dan Pak Jokowi di mana-mana sudah banyak mengatakan perlunya revolusi mental, dan basisnya itu adalah sektor pendidikan. Kita tahu sektor pendidikan kita banyak melahirkan penganggur karena tidak sejalan dengan kebutuhan di sektor industri,” kata Syarkawi.

Keempat adalah membangun model kapitalisme ala Indonesia. Kapitalisme model Indonesia, menurut Syarkawi, adalah kapitalisme berbasis gotong royong. Jadi, spirit kemitraan yang harus dipraktikkan untuk membangun ekonomi di mana antara yang besar dan yang kecil itu saling membangun dan menjalin kemitraan.

Di sisi lain, Bahlil selaku pelaku usaha menekankan pentingnya peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan pentingnya peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).