Ideologi Pancasila Tapi Praktik Kapitalisme Liberal, Ini Kata Hasto

JAKARTA-RADAR BOGOR, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan, tantangan utama Pancasila saat ini adalah memastikan filsafat ideologi bangsa itu bisa dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Terutama, hal-hal yang menyangkut prinsip politik dan ekonomi. 

“Kita bisa sadari sepenuhnya bahwa kekuatan kapital lebih menguasai dunia politik dan ekonomi hingga dianggap tak sejalan dengan filsafat Pancasila yang ada,” ujar Hasto saat menjadi pembicara utama dalam diskusi virtual dalam rangka peringatan Bulan Bung Karno, yang digelar Megawati Institute, dengan bertema ‘Pancasila Dalam Tindakan Politik’, Kamis (18/6/2020).

Menrut Hasto, dari berbagai hal yang menjadi persoalan pokok itu terjadi karena Pancasila kehilangan watak progresifnya. “Pancasila tidak dipahami keseluruhan api penggeraknya di dalam merubah tata pergaulan hidup yang menghisap menuju kemerdekaan sejati bagi setiap warga bangsanya,” ujar Hasto.

Untuk itu, Indonesia harus kembali pada khitohnya atau landasan perjuangannya, caranya dengan berhenti memakai cara pandang yang sempit.

Secara khusus, ia juga mengatakan, skala prioritas saat ini adalah menjalankan praktek gotong royong, yang utamanya guna mempercepat terwujudnya keadilan sosial di seluruh aspek kehidupan, khususnya di ranah perekonomian sebagai skala prioritas. 

“Maka konsolidasi demokrasi melalui pembumian sistem politik Pancasila dan merancang kembali sistem perekonomian nasional yang sesuai spirit pasal 33 UUD 1945 harus ditempatkan sebagai skala prioritas,” tegasnya.

Dalam konteks itu, lanjut Hasto, filsafat Pancasila sebaiknya secara bersama dimurnikan dengan gotong royong politik untuk menghindari demokrasi politik yang diwarnai dominasi kapital alias kepentingan pemilik modal.

“Kita harus bekerja bersama memastikan demokrasi melalui hikmat permusyawaratan, dijalankan sebaiknya. Kontestasi politik dilakukan dengan adil, menghadirkan pemimpin terbaik dengan memastikan tak dipengaruhi kepentingan pemilik modal,” ujar Hasto. 

Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, yang juga menjadi pembicara di dalam diskusi itu menyatakan, bila dipelajari, para bapak pendiri Indonesia sudah sejak awal mendesain bahwa ideologi Pancasila itu adalah antikapitalis. 

“Pancasila itu antikapitalis. Tak ada satupun bapak bangsa kita yang membela kapitalisme,” kata Hamdan Zoelva. 

Baginya, Pancasila mengatur bahwa Indonesia adalah negara kesejahteraan dimana negara mengatur dan memberi kesempatan terutama bagi yang kecil untuk tumbuh dan menjadi besar. Bukan berarti menolak pemilik kapital besar, namun Pancasila mengatur negara harus membela yang kecil. 

Lalu mana yang lebih penting, demokrasi politik Pancasila atau demokrasi ekonomi Pancasila untuk saat ini? Hamdan Zoelva mengatakan, tak mungkin daulat rakyat terjadi dalam daulat demokrasi liberal kapitalis.

Maka syarat demokrasi Pancasila adalah terlaksananya terlebih dahulu demokrasi ekonomi Pancasila. Sebab tanpa itu, demokrasi ekonomi akan mencontoh demokrasi liberal. 

“Jadi prasyarat utama adalah ekonomi ini. Kenapa ini penting? Karena demokrasi politik pada hakikatnya adalah demokrasi yang dikuasai kepentingan modal. Dan itulah yang terjadi di Indonesia. Kelas menengahnya sedikit, politik dikuasai pemilik modal, bersimbiosis dengan politisi,” ungkapnya.

Maka dari itu, lanjut Hamdan, ketika arus ekonomi tak mengutamakan ekonomi berkeadilan dan kerakyatan, maka akan selalu terjadi jarak diantara filsafat Pancasila dan dalam tindakan.

“Bila demokrasi ekonomi pancasila diperkuat, maka rakyat menjadi berdaya. Rakyat kecil yang memiliki kemandirian ekonomi akan memiliki kemandirian di dalam politik,” tegasnya. (jpg)

Yosep-RADAR BOGOR