Megawati Institute – Kelas ketujuh Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa (SPPB), Angkatan X, telah berlangsung pada Selasa, 20 Desember 2022 di Jalan Proklamasi. Hadir sebagai pemateri Dr. Arif Budimanta, Direktur Eksekutif Megawati Institute yang berbicara tentang konsep ekonomi terpimpin.
Arif menjelaskan bahwa konsepsi ekonomi Indonesia mesti berlandaskan Pancasila. Di mana sistem pengaturan hubungan antara negara dan warga negara ditujukan untuk memajukan kemanusiaan dan peradaban dan memperkuat persatuan nasional melalui proses usaha bersama/gotong royong yang melakukan distribusi akses ekonomi yang adil bagi seluruh warga negara yang dilandasi oleh nilai-nilai etik dan pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Jika kita melihat apa yang dikatakan Bung Hatta,” lanjutnya, “sebenarnya cita-cita kooperasi (ekonomi terpimpin) Indonesia menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Paham kooperasi Indonesia menciptakan masyarakat Indonesia yang kolektif, berakar pada adat istiadat hidup Indonesia yang asli.”
Dengan kooperasi, rakyat seluruhnya dapat ikut serta membangun, berangsur-angsur maju dari kecil melalui yang sedang sampai akhirnya kelapangan perekonomian yang besar. Sebab itu, kooperasi dianggap suatu alat yang efektif untuk membangun kembali ekonomi rakyat yang terbelakang.
Sementara menurut pikiran Sukarno, Arif menjelaskan bahwa ada beberapa yang perlu diperhatikan. Pertama, seluruh sektor harus digerakkan. Dengan memastikan upah yang adil layak bagi kemanusiaan karena akan mendorong semangat kerja. Mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan ongkos semurah-murahnya tetap harus memperhatikan kesejahteraan pekerja.
Kedua, menjaga sumber daya dan kapital nasional yang ada. Dalam hal ini masyarakat seluruhnya harus ikut serta menjamin pemeliharaan tersebut. Sumber daya mencangkup hutan, isi bumi, kesuburan tanah dan lainnya. Kapital mencangkup alat produksi yang dihasilkan negara seperti jalan, jembatan, pelabuhan, kereta api, irigasi, bangunan produksi dan tambang serta lainnya.
“Terakhir, menjaga keseimbangan anggaran belanja. Defisit anggaran belanja akan memperburuk perencanaan pembangunan. Selain itu, pemerintah harus menjunjung tinggi keadilan dalam sistem pajak di mana tiap orang harus membayarnya sebagai kewajiban moral dan sosial. Bukan dengan memberatkan pajak untuk mencapai anggaran belanja yang seimbang, tetapi dengan mengefektifkan pemungutan pajak dan memperbesar produksi,” jelas Arif.