Tantangan Ekonomi Kita ke Depan

Megawati Institute kembali menggelar kelas Sekolah Pemikiran Ekonomi Pancasila (SPEP) pada Kamis, 19 April 2018, di Jl. Proklamasi No.53, Menteng, Jakarta Pusat. Tema pada pertemuan tersebut adalah “Tantangan Ekonomi Indonesia ke Depan” yang dijelaskan Hendrawan Supratikno, anggota Komisi XI DPR RI.

Karena pembahasan kali ini mengenai tantangan ekonomi ke depan, Hendrawan membuat dua kategori dalam mengawali penjelasannya. Yang pertama adalah mengenai tantangan eksternal dan yang kedua adalah tantangan internal. Menurutnya, pembuatan kategorisasi ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman yang akan dibahas.

Poin-poin yang menjadi bahasan dalam tantangan ekonomi secara eksternal, antara lain bahwa ekonomi dunia memasuki tahap pertumbuhan baru (pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat, AS dan Eropa menghadapi tekanan internal secara serius), kebijakan ekonomi AS yang “zig-zag”, yang sulit ditebak hingga melahirkan ketidakpastian (proteksionisme baru, deliberalisasi/deglobalisasi).

Ekonomi dunia memasuki tahap normalitas baru. Tiongkok yang selama 20 tahun  pertumbuhan ekonominya double digit tiba-tiba melandai, berakar 6-7 %. Meskipun pada tahun 2006 perdana menteri Tiongkok mengatakan juga mengingatkan kepada rakyatnya bahwa satu masalah besar yang ada di Tiongkok adalah bahwa kita tidak bisa memastikan apakah pertumbuhan ekonomi yang kita capai demikian tinggi ini bisa bertahan dengan lama.

“Artinya, orang Tiongkok sendiri sadar 10 tahun lebih yang lalu bahwa masalah yang lebih peting bagi mereka adalah bagaimana mempertahankan pertahanan ekonomi yang tinggi dan mereka khawatir bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonominya tidak stabil, dan itu penting,” kata Hendrawan.

Kita semua tahu bahwa Tiongkok menjadi lokomotif perekonomian dunia. Nah, kalau lokomotif jalannya pelan, maka dampaknya pun berpengaruh ke seluruh  dunia. “Amerika Serikat dan Uni Eropa mengalami tekanan internal yang cukup serius. Anda semua tahu di Eropa terjadi, Inggris keluar dari Uni Eropa,” jelas Hendrawan.

Menurutnya, tantangan eksternal ekonomi yang kedua adalah mengenai akselerasi inovasi teknologi di berbagai bidang (revolusi industri, new geography of jobs, smart-phone driven life and life-style), lalu juga akselerasi konsolidasi organisasi bisnis, perlombaan investasi teknologi perang, dan ancaman clash of civilizations (benturan antarperadaban).

Di samping itu, yang menjadi tantangan ekonomi Indonesia ke depan dalam perspektif internal yang pertama adalah tentang penilaian kalangan luas bahwa perekonomian nasional sudah lama berjalan menyimpang dari titah/amanat konstitusi. Selanjutnya, reformasi birokrasi (birokrasi di Indonesia dikenal sebagai “boros dan crazy”, “bohir-cracy” bahkan mengarah pada kleptokrasi).

“Poin ketiga dalam tantangan internal ekonomi kita adalah kelakuan struktural yang disebabkan banyak faktor seperti dualisme ekonomi, involusi pertanian, struktur sosial yang eksploitatif, diskriminasi tersembunyi, dan faktor-faktor nonekonomi lainnya,” kata Hendrawan.

Ada juga produktivitas ekonomi yang rendah, kecenderungan salah urus yang terus menerus, deindustrialisasi, pertumbuhan ekonomi yang inklusif, politik legislasi yang prorakyat dan mengutamakan kepentingan nasional (bukan legislasi yang menguntungkan para komprador, jajahan dalam legislasi/regulasi yang merupakan jajahan sempurna), politik anggaran prorakyat (bukan yang melayani birokrasi, melayani penguasa/kekuasaan, atau melayani kepentingan asing).

“Inilah tantangan yang akan kita hadapi ke depan, dan perlu kita sadari bahwa Indonesia saat ini sebenarnya masih di tahap awal dalam membangun daya saing nasional. Ke depan orang-orang dari seluruh  dunia akan memfokuskan pandanganannya pada negara yang memiliki tata kelola yang baik, akuntabel, efisien dan transparan,” jelas Hendrawan.

Arif Agustin – MI