Substansi Pancasila dan Sosialisme Soekarno

Pada Kamis, 17 September 2020, Megawati Institute mengadakan diskusi publik via Zoom membahas lebih lanjut tulisan Guntur Soekarnoputra berjudul “Pancasila dan Sosialisme Soekarno” (15 September 2020) yang menanggapi tulisan Ariel Heryanto berjudul “Pancasila” (08 Agustus 2020) di salah satu media nasional.

Dalam acara tersebut, Prof. Dr. Hariyono (Wakil Kepala BPIP) dan Prof. Dr. Amin Abdullah (Guru Besar Filsafat UIN Yogyakarta) hadir sebagai para narasumber yang menyampaikan bahasan dari perspektif masing-masing.

Hariyono menekankan bahwa Pancasila pada hakikatnya bukan benda mati yang sudah selesai melainkan sebuah ideologi yang harus terus ditafsirkan dan dikontekstualisasikan dengan tantangan zaman. Ia juga menyatakan bahwa kedua penulis tersebut merupakan orang-orang yang diakui masyarakat secara umum.

Ariel Heryanto merupakan orang yang kepakarannya terkenal secara global. Sehingga, ia bicara tentang Pancasila berangkat dari wawasan yang sangat luas. Sedangkan, Guntur Soekarnoputra punya latar belakang yang berbeda. Sehingga, sangat langka orang yang berbicara tentang pemikiran Soekarno dari dekat dan mampu memahami kondisi dan suasana hati Soekarno sendiri.

“Sayangnya dua tulisan ini termuat dalam koran dan tentu sangat terbatas. Sehingga, mereka tidak bisa menjelaskan pemikiran Bung Karno secara mendalam. Tapi, yang jelas bahwa dalam pikiran Pak Guntur, saya tertarik tentang bagaimana ia sebagai seorang anak biologis sekaligus ideologisnya memiliki kerendahan hati yang luar biasa. Sehingga, ia menyatakan tulisan Pak Ariel tidak salah, hanya berbeda,” katanya.

Hariyono berpendapat demikian karena membaca akhir tulisan Guntur bahwa Soekarno pun manusia biasa yang memiliki kehebatan sekaligus kegagalan. Hal ini yang memberikan kita kesadaran bahwa dalam menggali Pancasila, kita perlu rendah hati. Sebab, setiap orang yang menggali pasti membungkuk dan membungkuk itu adalah cermin kerendahhatian. Hariyono juga menyatakan ideologi sosialisme sebagai  perlawanan pada era Soekarno.

Sementara itu, Amin lebih menyoroti penting pembuatan indeks yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana nilai-nilai Pancasila dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, ia pun menekankan pentingnya kompromi berbagai ideologi, khususnya sosialisme religius yang perlu “baju baru”, mengingat zaman yang terus berkembang.

Dida Darul Ulum – MI