Ketika kita berbicara nasionalismenya Sukarno, tentu kita tidak bisa lepaskan dari persinggungannya dengan tokoh-tokoh yang lain. Semua tokoh, seperti juga para pemikir lain, pasti terpengaruh oleh para pemikir-pemikir sebelumnya.
Menurut Safrizal, di dalam studi pemikiran politik, sering sekali dikatakan bahwa kalau kita ingin melihat pikiran seseorang, maka kita juga tentu harus melihat, mengupas dan mencermati perjalanan hidupnya. Sehingga, kemudian pemikiran-pemikiran tersebut terbentuk. Dan, itu kemudian merupakan sosialisasi atau hasil dari pengetahuan sebelumnya.
“Sebelum kita mengupas lebih jauh pemikiran Bung Karno, kita ketika berbicara soal nasionalismenya Bung Karno, kita harus tempatkan dalam konteks waktu Bung Karno mengemukakan itu,” katanya.
Hal ini penting karena orang sering gagal paham ketika berbicara tema tertentu menggunakan bingkai pemikiran sekarang. itu yang kemudian berbahaya. Jadi, ketika kita berbicara tentang Sukarno, kita harus lihat dalam konteks itu.
“Jadi, nasionalisme itu sesungguhnya adalah keinginan untuk memersepsikan kita sebagai suatu bangsa untuk membedakan kita dari orang di luar kita. Itu yang dikatakan Ben Anderson. Lalu, kemudian kita yang mempunya komitmen bersama sebagai sebuah bangsa. Inilah yang kemudian dikatakan bangsa. Jadi yang terpenting nasionalisme atau bangsa itu merupakan rasa keinginan untuk bersatu,” tutur Safrizal.
Di samping itu, Safrizal juga menyinggung Cokroaminoto yang merupakan guru politik para pendiri bangsa dan bagaimana kita sebaiknya mengambil relevansi dari pikiran-pikiran mereka, terutama gagasan kebangsaan Sukarno.
Dida Darul Ulum – MI