Membincang Genealogi Pemikiran Pendiri Bangsa

Pada Selasa, 21 Desember 2021, kelas kesebelas Sekolah Pemikiran Pendiri Bangsa (SPPB) telah berlangsung via Zoom bersama Yudi Latif membahas genealogi pemikiran pendiri bangsa. Kelas ini merupakan kelas penutup dari seluruh rangkaian program SPPB yang berlangsung sejak Oktober dengan pembahasan-pembahasan beragam, antara lain, sosialisme, nasionalisme, pendidikan, gerakan perempuan, dan sebagainya.

Untuk membuka wacana, Yudi berangkat dari situasi pandemi yang kita hadapi sekarang. Menurutnya, pandemi ini merupakan sebuah momen perulangan (deja vu) di mana bangsa Indonesia juga pernah mengalami pada masa pergerakan. Dari momen krisis itu, justru muncul semacam identitas kesejatian dari sebuah bangsa, yaitu bangsa Indonesia.

Pada awal abad dua puluh, tepatnya 1916-1921, Indonesia juga pernah mengalami pandemi yang dikenal dengan Flu Spanyol yang memakan korban kurang dari 4,6 juta penduduk Hindia-Belanda. Padahal, pada waktu itu, total jumlah penduduknya cuma sekitar 30 juta.

“Karena itulah, pemerintah kolonial dihadapkan pada kesulitan ekonomi menggerakkan kembali industri. Faktor-faktor yang ditimbulkan oleh pandemi menambah kesulitan beban pembiayaan, beban fiskal. Akibatnya kemudian, segala sesuatu yang oleh politik etis itu diapresiasi … seperti gerakan-gerakan kemajuan dari anak-anak muda dianggap menambah beban fiskal,” kata Yudi.

Dari sana pula, muncul semacam kebijakan pemerintah kolonial untuk mendisiplinkan gerakan-gerakan kritis tersebut dengan menambah aparatur keamanan yang tujuannya, antara lain, meredam berbagai gerakan radikalisme dari bangsa Indonesia. Pemerintah Hindia-Belanda pun mengeluarkan kebijakan ketertiban dan keselarasan.

Yudi juga menyinggung tokoh-tokoh pergerakan dalam sejarah Indonesia, antara lain, Haji Agus Salim, Kartini, Tan Malaka, Sukarno, dan sebagainya. Tentang Tan Malaka, Yudi menyatakan bahwa ia merupakan “generasi tengah” antara HOS Cokroaminoto dan Sukarno. Dari persinggungan tokoh-tokoh pendiri bangsa, muncul apa yang kita sebut sebagai kaum intelegensi.

Jadi, menurut Yudi, kalau kita mengikuti teori gerakan sosial, biasanya muncul melalui rangkaian rantai transformasi dari periode pembenihan, pembentukan, dan konsolidasi. Dari rangkaian tersebut, kita bisa membaca perkembangan pemikiran yang muncul dari para pendiri bangsa sampai relevansinya pada saat ini.

Dida Darul Ulum-MI