Ma’ruf Bicara soal Paham Radikal dan Islam Kafah dengan Kesepakatan

Rekaman Ma'ruf Amin di Megawati Institute. (Nur Azizah/detikcom)
Jakarta – Calon wakil presiden Ma’ruf Amin menyampaikan pemikirannya soal kerakyatan, kebangsaan, dan kedaulatan. Ma’ruf sempat bicara mengenai Pancasila dan UUD 1945 sebagai kesepakatan bangsa Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ma’ruf melalui rekaman suara dalam diskusi yang bertajuk ‘Gelar Wicara: Dari Tokoh Bangsa untuk Republik’. Awalnya Ma’ruf menyampaikan penghargaan kepada para tokoh bangsa yang dapat merumuskan Pancasila sebagai titik temu dan UUD 1945 sebagai kesepakatan keberhasilan para pemimpin merumuskan bagaimana mengelola negara.

“Karena dua pilar utama itulah lahir NKRI, oleh karena itu kita harus menjaga pilar ini tetap kokoh dan kuat. Karena itu, upaya-upaya maksimal yang harus kita lakukan harus terus kita dalam menjaga keutuhan NKRI,” kata Ma’ruf dalam rekaman suara yang diputar di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).

Ma’ruf menyampaikan berbagai tantangan bernegara, salah satunya paham radikal. Kelompok-kelompok penganut paham radikal, dinilai Ma’ruf, sama sekali tidak mengenal kesepakatan.

“Yang mereka kenal adalah Islam kafah, padahal kita di Indonesia adalah Islam kafah ma’al mitsaq. Islam yang itu, tapi ada mitsaq (kesepakatan). Tentu berbeda dengan Saudi, tidak ada mitsah, karena mereka tidak majemuk. Kita di sini sudah ada kesepakatan dan itu mengikat,” papar Ma’ruf.

Ma’ruf pun menyampaikan penghargaan kepada pemimpin masa lalu dan para ulama yang bisa menyelesaikan konflik keislaman dan kebangsaan yang di beberapa negara, Islam dan kebangsaan masih diperhadapkan. Islam dan kebangsaan, bagi Ma’ruf, saat ini tidak lagi konfrontatif.

“Apabila masih ada yang persoalkan berarti masih ada pada orang itu mispersepi. Bisa mispersepi keislamannya sehingga tidak bisa memahami kebangsaan, atau mispersepi tentang kebangsaannya sehingga tidak bisa memahami tentang hubungan keduanya,” jelasnya.

Ma’ruf kemudian menyampaikan tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia, yaitu perubahan-perubahan di era milenial 4.0 dengan ciri disrupsi. Ma’ruf meminta perubahan yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

“Tetapi jangan menjungkirbalikkan landasan tradisi sikap bahkan apalagi menyangkut landasan negara yang sudah ditetapkan oleh para pendiri bangsa. Oleh karena itu, bagaimana memanfaatkan teknologi yang maju, dan bagaimana menjaga yang lama yang baik, ini yang harus kita siapkan,” papar Ma’ruf.

Wasekjen PDIP yang juga Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, yang juga hadir dalam diskusi, menyampaikan apa yang disampaikan Ma’ruf memberikan khazanah pemikiran kepada masyarakat Indonesia tentang hadirnya sosok pemimpin yang memang betul-betul mengayomi, dengan dua pola pikir dan dua pola sikap, yaitu keislaman dan kebangsaan serta kebangsaan dalam keislaman.

“Dua dimensi Islam dan kebangsaan dalam satu tarikan napas ini saya kira penting untuk kita hadirkan dalam narasi publik untuk memberikan penjelasan autentik kepada masyarakat luas bahwa tidak ada dikotomi antara Islam dan nasionalisme dan tidak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila,” tutur Basarah.

Nur Azizah Rizqi – detikNews