Megawati Institute kembali mengadakan diskusi publik bertema “Membaca Kembali Demokrasi di Asia Tenggara” yang fokus membahas buku The Meaning of Democracy in Southeast Asia (2023) yang ditulis Diego Fossati dari City University of Hong Kong dan Ferran Martinez i Coma dari Griffith University. Buku tersebut merupakan hasil penelitian mereka tentang konsepsi, struktur, dan pemaknaan kembali demokrasi yang berkembang di Asia Tenggara sekarang.
Hadir dalam diskusi ini Gusti Raganata, MPP (Alumnus University of Tokyo) dan Reno Koconegoro (Peneliti Sigmaphi) sebagai para narasumber, Dr. Arif Budimanta (Direktur Eksekutif Megawati Institute) yang memberikan pengantar diskusi. Forum ini dipandu Dida Darul Ulum, M.Ud (Peneliti Megawati Institute).
Sebagai pengantar, Arif menyampaikan bahwa demokrasi di Indonesia bukanlah demokrasi yang kita ambil begitu saja dari Barat melainkan sebuah sistem kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dengan kata lain, para pendiri bangsa kita sudah memiliki visi tentang penyesuaian demokrasi ala Indonesia di mana hal tersebut sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD).
Sementara itu, Reno menekankan pentingnya membaca kembali demokrasi di Asia Tenggara di mana penerapannya cukup unik dibanding kawasan-kawasan lain di dunia. “Beragam definisi demokrasi disertai dengan penekanan yang beragam pula,” katanya.
Mengutip Fawcett (2018), Reno menyatakan bahwa terdapat definisi rezim politik yang mana kekuasaan mayoritas elektoral dengan check and balances untuk melindungi hak individu dan minoritas. Juga, gagasan demokrasi partisipatif Barber (2003) yang menekankan pentingnya keterlibatan warga negara dalam politik demokrasi di luar saluran formal yang disediakan oleh delegasi kepada perwakilan terpilih.
“Konsepsi demokrasi egaliter atau sosial,” kata Reno mengutip Young (2002), “yang mengakui pentingnya ketidaksetaraan materi maupun immateri dan bertanya apakah semua warga negara sama-sama diberdayakan untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari politik demokrasi.”
Reno juga memaparkan bagaimana demokrasi bekerja di Asia Tenggara dan bagaimana masyarakat memahaminya dengan menyajikan tingkat kepercayaan mereka terhadap lembaga-lembaga negara. Sedangkan, Gusti menjelaskan latar belakang buku ini yang berbasis hasil survei opini publik di lima negara: Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina.
“Menggunakan bingkai V-Dem (baca: Varieties of Democracy) untuk membandingkan perkembangan dari lima negara serta tiga unsur yang dianggap relevan dalam demokrasi yaitu pemilihan umum, liberalisme, partisipasi politik, dan egalitarianisme. Trayektori sejarah dan pembangunan ekonomi politik memberikan warna tersendiri bagi tiap negara sehingga memunculkan hasil yang sangat variatif,” katanya.