Agama dan Kemanusiaan

Klub Merawat Indonesia (KMI) Megawati Institute kembali menggelar sarasehan ke-8 bertajuk “Menaja Kemanusiaan dalam Beragama” via Zoom bersama Fajar Riza Ul Haq pada Selasa, 17 November 2020, ditemani Marbawi A Katon selaku tuan rumah.
Sebagai pembuka, Fajar bercerita tentang pengalaman studinya dari mulai mengenyam pendidikan Islam sampai saat ini. Menurut pengakuannya, isu-isu keislaman bukanlah hal yang baru baginya. Sebab, sejak kecil, ia dibesarkan dalam tradisi keluarga yang kental dengan tradisi keislaman. Di samping itu, ia pun telah lama berkecimpung dalam pergaulan lintas batas berbagai organisasi besar, antara lain, PUI, Persis, NU, dan Muhammadiyah.

“Memang secara tradisional, keagamaan di daerah Jawa Barat, terutama di Sukabumi, banyak sekali dipengaruhi oleh pola PUI [Persatuan Umat Islam]—sebuah gerakan keislaman berbasis di Jawa Barat dan lahir di Majalengka. Dan, saya kebetulan sekolah di level tsanawiyah di PUI. Jadi, saya lahir dalam kultur pendidikan seperti itu,” terangnya.

Semasa kuliahnya di jurusan Syariah di salah satu universitas di Solo, Fajar justru lebih banyak menghabiskan waktu membaca buku-buku terkait ilmu sosial seperti ekonomi, sosiologi, sejarah, dan politik. Alasannya, buku-buku terkait bidang studinya sebagian besar sudah lama ia baca sehingga perlu tambahan referensi lain untuk pengayaan wawasan. Karena itu, ia bisa mengeksplorasi isu-isu keislaman aktual dari beragam perspektif.

“Jadi, saya termasuk orang yang suka pendekatan lintas disiplin,” tegasnya.

Sementara itu, kegiatannya sebagai aktivitas dimulai sejak ia berkuliah di Universitas Muhammadiyah Solo, tepatnya pada tahun 1999. Ia pun mulai bergiat di berbagai gerakan-gerakan kemahasiswaan dan menulis di berbagai media, terutama media lokal. Dari sana, ia aktif dalam pergaulan lintas batas.

Dalam kesempatan itu, Fajar juga berbicara tentang toleransi beragama dan apa yang disebut sebagai populisme Islam—Islamisme dalam istilah lain—yang berkembang di Indonesia. Menurutnya, berkembang populisme Islam di Indonesia tak lepas dari perkembangan populis di dunia meski tidak satu warna. Populisme di Amerika dan Eropa tentu berbeda dari populisme di Indonesia.

Meski begitu, ia memandang bahwa ini merupakan sebuah tantangan biasa yang bakal dihadapi siapa pun. Karena itu, kita tidak perlu terlalu khawatir tapi juga tidak menganggap remeh.