Megawati Institute kembali mengadakan bincang akhir pekan (24/04/2022) bertema “Sukarno dan Politik Dunia Ketiga” dengan membedah buku The Darker Nation: A People’s History of the Third World (2007) karya Vijay Prashad. Hadir sebagai pemantik diskusi Dr. Arif Budimanta (Direktur Eksekutif Megawati Institute), Airlangga Pribadi, Ph.D (Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga) dan Arie Purwanto, Ph.D (Alumnus Delft University of Technology).
Airlangga mengawali diskusi ini dengan memberi pemaparan bahwa realitas ekonomi politik dalam konteks politik global terutama dalam imperialisme dan kolonialisme, wilayah-wilayah yang diartikulasikan dimaknai sebagai dunia ketiga adalah wilayah-wilayah yang dalam cara pandang perspektif eurosentric rasialis dari metropolis kolonial dan imperial dipandang sebagai wilayah yang gelap the darker world.
“Pemaknaan dari the darker world atau dunia yang gelap di sini adalah wilayah-wilayah yang mengalami ketertinggalan cukup jauh, baik dari segi ekonomi, ilmu pengetahuan, politik dan lain-lain. Sehingga, menyebabkan wilayah tersebut dijajah, dieksploitasi ditindas bahkan atas nama keberadaban terutama Asia-Afrika,” jelas Airlangga.
Di sisi lain, Arie mengatakan buku ini adalah seri dari sekian buku yang dieditori oleh Zinn Howard, profesor ilmu politik yang ingin memproklamasikan dirinya sebagai orang yang sedikit anarkis, sedikit sosialis atau tepatnya dia yang menempatkan dirinya sebagai seorang sosialis demokrat. Di mana buku-buku yang dieditori olehnya itu berada pada bidang gerakan rakyat sipil, kemudian gerakan antiperang dan kemudian juga gerakan sejarah buruh Amerika Serikat.
“Dan salah satu yang membuat bangga, bagi saya, dari buku ini adalah bahwa Vijay Prashad menyebutkan Bung Karno disebut sebagai tiga tokoh raksasa bersama dengan Naser dan Nehru dari India. Kemudian secara singkat, menurut Vijay Prashad, salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh negara-negara dunia ketiga dan gerakan-gerakannya adalah reformasi terhadap PBB dan juga demokratisasi di dalam pengambilan keputusan di internal PBB,” tegas Arie.
Sementara itu, Arif menambahkan bahwa dunia ketiga itu bukan tempat, tetapi adalah proyek. Sebuah proyek, yang kalau kita sederhanakan dalam dua kata, adalah “politik dekolonialisasi”.
“Saya rasa di situ mungkin mempertemukan apa yang dipikirkan oleh Vijay dengan gagasan besar Bung Karno dalam menggagas sebuah kebangkitan dunia ketiga atau—meminjam istilah World Social Forum—itu possible. Jadi, dunia lain itu juga memungkinkan untuk bangkit dan hidup,” jelas Arif.
Arif Agustin